Selasa, 12 Juni 2012

Mahasiswa China Duta Budaya Indonesia


Apa yang dipikirkan oleh orang China ketika mereka merencanakan melakukan perjalanan ke Indonesia? Pikirannya bisa macam macam, seperti: Apakah aman saya tinggal di Indonesia? Apakah saya tidak akan mengalami perlakuan diskriminasi? Apakah di Indonesia Internet aksesnya mudah? Apakah makanan di Indonesia higienis? Apakah di Indonesia ada AC? Pakaian jenis bagaimanakah yang harus saya pakai? Apakah yang boleh dan apa yang tidak boleh? Bagaimana transfer uang ke Indonesia dan sebaliknya? Demikian diskusi yang terungkap antara para peserta diklat Bahasa Indonesia di Pusat Pelatihan Guru Bantu Hanban di East China Normal University (ECNU) Shanghai yang diselenggarakan oleh Atase Pendidikan KBRI Beijing pada tanggal 11-14 Juni 2012.
13395158181608640470
Peserta diklat Bahasa Indonesia di ECNU
Peserta diklat yang berjumlah sebanyak 70 orang rata-rata berumur antara 24-26 tahun dan berasal dari 4 provinsi yaitu Jiangsu, Heilongjia, Gansu, Zhejiang, dan Liaoning. Pertanyaan tersebut merefleksikan informasi yang masih samar tentang Indonesia di kalangan generasi muda China. Sama halnya dengan ketika di kampus ECNU tiba-tiba menemukan seorang mahasiswi Indonesia mengenakan jilbab/kerudung, langsung saja muncul pertanyaan Ni shi Malay ren ma? (kamu orang Malaysia ya?), karena rupanya mahasiswa Indonesia yang dikenal sedang kuliah di ECNU selama ini tidak pernah ada yang memakai jilbab, yang memakai jilbab biasanya dari Malaysia. Padahal sejak tahun 2010 gelombang besar mahasiswi Indonesia yang memakai jilbab mencapai 13% dari total jumlah mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di China.
Geliat ekonomi dan perkembangan ilmu pengetahuan di China yang sedang menjadi perhatian dunia, setidaknya sudah didekati dengan berbagai cara oleh berbagai negara di dunia tak terkecuali negara-negara dari Asia Tenggara. Simak saja billboard besar ditepian sungai Huangpujiang yang terpasang di salah satu gedung jangkung dikawasan Pudong Shanghai dan nampak jelas bila dipandang dari kawasan Puxi (sisi barat sungai Huangpujiang) sedang menampilan promosi wisata negeri tetangga kita dengan slogan “the Trully Asia” berulang-ulang setiap 15 menit sekali.
Mendekati China sudah merupakan sebuah keniscayaan bagi negara manapun di dunia, selain jumlah penduduknya yang nomor 1 terbanyak di dunia juga karena menjadi sentra motor ekonomi dunia. Pendekatan yang dilakukan bisa dari berbagai sisi yang bisa dilakukan, salah satunya melalui kebudayaan dan Pariwisata. Orang China yang memiliki pendapatan perkapita tinggi tersebut tentu memerlukan kebutuhan leisure setelah semua kebutuhan dasarnya terpenuhi. Indonesia memiliki prasyarat sebagai tujuan wisata, lihatlah potensi alam nan indah, gunung berapi yang mempesona, ngarai dan lembah yang spektakuler, belum lagi dengan seni budaya dan peninggalan sejarah yang layak menjadi tontonan.
Diklat pelatihan bahasa Indonesia yang dilaksanakan di ECNU kerjasama antara Atase pendidikan KBRI Beijing dan Hanban setidaknya memberikan pencerahan pada generasi muda China tentang budaya dan Bahasa Indonesia. Lihat saja bagaimana hasil diklat tersebut menyebabkan mereka mahir memainkan angklung seperti yang diperagakan oleh Li Xiangcheng, atau gerak dinamis memamerkan kehandalannya menari Jaipong seperti yang ditunjukan oleh Zhuoyi dan juga kebolehan Zhang lele yang walaupun terbata-bata namun jelas mampu berbahasa Indonesia sederhana setelah mengenyam beberapa hari diklat Bahasa Indonesia.
13395159621371578251
Zhuoyi sedang menari Jaipong
1339516052898700881
Li Xiangcheng sedang memainkan Angklung
Peserta diklat ini sudah menjadi duta-duta informal untuk kebudayaan dan bahasa Indonesia yang terlahir dari hasil diklat ini setidaknya akan mampu menjadi iklan hidup yang akan menyuarakan Indonesia dari sisi budaya dan bahasa di China.

0 komentar:

Posting Komentar