Apa yang dipikirkan
oleh orang China ketika mereka merencanakan melakukan perjalanan ke
Indonesia? Pikirannya bisa macam macam, seperti: Apakah aman saya
tinggal di Indonesia? Apakah saya tidak akan mengalami perlakuan
diskriminasi? Apakah di Indonesia Internet aksesnya mudah? Apakah
makanan di Indonesia higienis? Apakah di Indonesia ada AC? Pakaian jenis
bagaimanakah yang harus saya pakai? Apakah yang boleh dan apa yang
tidak boleh? Bagaimana transfer uang ke Indonesia dan sebaliknya?
Demikian diskusi yang terungkap antara para peserta diklat Bahasa
Indonesia di Pusat Pelatihan Guru Bantu Hanban di East China Normal
University (ECNU) Shanghai yang diselenggarakan oleh Atase Pendidikan
KBRI Beijing pada tanggal 11-14 Juni 2012.
Peserta diklat
yang berjumlah sebanyak 70 orang rata-rata berumur antara 24-26 tahun
dan berasal dari 4 provinsi yaitu Jiangsu, Heilongjia, Gansu, Zhejiang,
dan Liaoning. Pertanyaan tersebut merefleksikan informasi yang masih
samar tentang Indonesia di kalangan generasi muda China. Sama halnya
dengan ketika di kampus ECNU tiba-tiba menemukan seorang mahasiswi
Indonesia mengenakan jilbab/kerudung, langsung saja muncul pertanyaan Ni shi Malay ren ma?
(kamu orang Malaysia ya?), karena rupanya mahasiswa Indonesia yang
dikenal sedang kuliah di ECNU selama ini tidak pernah ada yang memakai
jilbab, yang memakai jilbab biasanya dari Malaysia. Padahal sejak tahun
2010 gelombang besar mahasiswi Indonesia yang memakai jilbab mencapai
13% dari total jumlah mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di China.
Geliat ekonomi dan
perkembangan ilmu pengetahuan di China yang sedang menjadi perhatian
dunia, setidaknya sudah didekati dengan berbagai cara oleh berbagai
negara di dunia tak terkecuali negara-negara dari Asia Tenggara. Simak
saja billboard besar ditepian sungai Huangpujiang yang terpasang di
salah satu gedung jangkung dikawasan Pudong Shanghai dan nampak jelas
bila dipandang dari kawasan Puxi (sisi barat sungai Huangpujiang) sedang
menampilan promosi wisata negeri tetangga kita dengan slogan “the
Trully Asia” berulang-ulang setiap 15 menit sekali.
Mendekati China sudah
merupakan sebuah keniscayaan bagi negara manapun di dunia, selain jumlah
penduduknya yang nomor 1 terbanyak di dunia juga karena menjadi sentra
motor ekonomi dunia. Pendekatan yang dilakukan bisa dari berbagai sisi
yang bisa dilakukan, salah satunya melalui kebudayaan dan Pariwisata.
Orang China yang memiliki pendapatan perkapita tinggi tersebut tentu
memerlukan kebutuhan leisure setelah semua kebutuhan dasarnya terpenuhi.
Indonesia memiliki prasyarat sebagai tujuan wisata, lihatlah potensi
alam nan indah, gunung berapi yang mempesona, ngarai dan lembah yang
spektakuler, belum lagi dengan seni budaya dan peninggalan sejarah yang
layak menjadi tontonan.
Diklat pelatihan
bahasa Indonesia yang dilaksanakan di ECNU kerjasama antara Atase
pendidikan KBRI Beijing dan Hanban setidaknya memberikan pencerahan pada
generasi muda China tentang budaya dan Bahasa Indonesia. Lihat saja
bagaimana hasil diklat tersebut menyebabkan mereka mahir memainkan
angklung seperti yang diperagakan oleh Li Xiangcheng, atau gerak dinamis
memamerkan kehandalannya menari Jaipong seperti yang ditunjukan oleh
Zhuoyi dan juga kebolehan Zhang lele yang walaupun terbata-bata namun
jelas mampu berbahasa Indonesia sederhana setelah mengenyam beberapa
hari diklat Bahasa Indonesia.
Peserta diklat ini
sudah menjadi duta-duta informal untuk kebudayaan dan bahasa Indonesia
yang terlahir dari hasil diklat ini setidaknya akan mampu menjadi iklan
hidup yang akan menyuarakan Indonesia dari sisi budaya dan bahasa di
China.
0 komentar:
Posting Komentar