"Industri tembakau mengerahkan lebih banyak kekuatan besar dan sumber hukum yang melindungi masyarakat dari paparan pemasaran tembakau dan asap. Tujuannya sederhana, untuk meningkatkan keuntungan pada biaya kesengsaraan manusia," ungkap Dr Shin Young-Soo, direktur regional WHO untuk Pasifik Barat, dilansir melalui Globalnation (31/5).
Kini, pengonsumsian tembakau merupakan salah satu penyebab utama kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Menurut WHO, tembakau telah menewaskan hampir enam juta orang per tahun, diantaranya 600.000 perokok pasif. Di tahun 2004, anak-anak menyumbang 31 persen dari kematian ini.
Sebagai salah satu bentuk anti tembakau, aktivis masyarakat sipil bersama The International Union Against Tuberculosis and Lung Health menggalakkan kampanye anti tembakau di 174 negara, yang mewakili 87,4 persen dari populasi dunia.
Hasilnya, 59 negara kini memantau penggunaan tembakau, 42 negara membuat peraturan peringatan kesehatan bergambar dan 27 negara menaikkan pajak tembakau hingga lebih dari 75 persen.
Sayangnya, upaya-upaya tersebut belum banyak ditiru oleh negara-negara berpenghasilan rendah/menengah untuk mengekang epidemi tembakau. Termasuk Indonesia.
Sekitar 57 juta perokok dunia tinggal di Indonesia, sehingga menempatkan negara kita sebagai negara dengan konsumen tembakau tertinggi ketiga di dunia. Di Indonesia, merokok membunuh setidaknya 200.000 orang setiap tahunnya, dan persentase tertingginya adalah perokok muda.
Diperkirakan sekitar satu juta anak berusia 16 tahun dan sepertiga anak-anak Indonesia sudah mencoba merokok sebelum usia 10 tahun. Lebih dari 97 juta non perokok secara teratur terpapar asap rokok, termasuk 70 persen dari semua anak di bawah usia 15 tahun.
Hingga kini, Indonesia belum menandatangangi Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau. Lantas, mau sampai kapan pemerintah berdiam diri melihat masyarakatnya menjadi budak tembakau?
(Berbagai Sumber)
0 komentar:
Posting Komentar